Di sebuah kota kecil, hiduplah seorang pria bernama Hasan. Hasan dulunya adalah seorang pedagang sukses. Bisnisnya di bidang sembako berkembang pesat, dan hidupnya terbilang mapan. Ia memiliki rumah yang nyaman, mobil yang bagus, dan kehidupan keluarga yang bahagia. Namun, roda kehidupan tak selamanya berada di puncak. Beberapa tahun lalu, usaha Hasan tiba-tiba mengalami kemerosotan tajam. Perlahan tapi pasti, bisnisnya mulai tergelincir. Penurunan ekonomi global dan persaingan ketat membuat toko Hasan sepi pengunjung.
Hasan yang dulunya bisa tidur nyenyak, kini sering terjaga sepanjang malam. Fikirannya terus dipenuhi kekhawatiran tentang bagaimana ia harus melunasi hutang-hutang yang menumpuk. Bank, pemasok, dan bahkan teman-teman yang pernah meminjamkan uang kepadanya mulai menagih. Total hutang Hasan mencapai ratusan juta rupiah, dan ia tak tahu harus bagaimana. Segala usaha untuk membalikkan keadaan tampak sia-sia. Setiap kali ia mencoba, bisnisnya semakin tenggelam.
Suatu hari, di tengah putus asa, Hasan memutuskan untuk menyerahkan semuanya kepada Allah. Ia duduk sendiri di ruang tamu rumahnya yang sederhana, menghadap sajadah yang sudah lama tak disentuh. Dengan air mata yang menetes di pipinya, Hasan bersujud dan berdoa, memohon pertolongan Allah. Ia memohon ampun atas segala dosanya dan memohon agar Allah memberikan jalan keluar dari masalah yang membelenggu hidupnya.
Setelah berdoa, Hasan merasa sedikit lega, meski hatinya masih diselimuti rasa cemas. Ia mencoba bangkit lagi, menghubungi beberapa teman lama untuk mencari nasihat. Namun, jawabannya selalu sama: situasi ekonomi sedang sulit, dan mereka pun tak bisa membantu. Hasan mulai merasa bahwa harapannya kian tipis. Satu per satu barang berharga di rumahnya dijual untuk melunasi sebagian hutang, tapi jumlah yang terkumpul masih jauh dari cukup.
Suatu malam, saat Hasan terjaga di tengah malam, ia teringat akan janji Allah dalam Al-Qur’an: “Barangsiapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka…” (QS. At-Thalaq: 2-3). Ayat ini begitu menenangkan hati Hasan. Ia memutuskan untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah, berusaha menjadi hamba yang lebih baik, dan memohon pertolongan hanya kepada-Nya.
Hasan pun mulai meningkatkan ibadahnya. Ia tak pernah meninggalkan shalat lima waktu, dan bahkan sering bangun malam untuk melaksanakan shalat tahajud. Ia rajin berzikir, membaca Al-Qur'an, dan bersedekah meski dengan jumlah yang sedikit. Ia juga meminta maaf kepada orang-orang yang mungkin pernah disakitinya tanpa sengaja, berusaha memperbaiki semua hubungannya dengan sesama manusia.
Hari demi hari berlalu, tetapi keadaan finansialnya belum berubah. Namun, ada satu hal yang berubah: hati Hasan. Ia mulai merasa lebih tenang dan ikhlas menerima takdirnya. Hasan menyadari bahwa ujian ini adalah bagian dari perjalanan hidupnya, dan Allah tidak akan memberikan ujian di luar kemampuan hamba-Nya.
Beberapa minggu kemudian, tanpa diduga, sebuah peluang datang menghampiri. Seorang teman lama yang pernah bekerja sama dengan Hasan dalam bisnis sembako, menghubunginya. Temannya itu sedang mencari mitra untuk menjalankan usaha distribusi beras di wilayah yang lebih luas. Meskipun Hasan ragu karena situasi keuangannya yang buruk, temannya meyakinkan bahwa ini adalah peluang bagus. Ia menawarkan Hasan untuk ikut serta dalam bisnis tersebut tanpa perlu modal awal yang besar.
Hasan merasa ini adalah salah satu bentuk pertolongan dari Allah. Ia menerima tawaran tersebut dengan penuh rasa syukur dan berharap. Dalam beberapa bulan, usaha distribusi beras tersebut mulai berkembang. Hasan yang awalnya hanya ikut membantu di belakang layar, perlahan mulai mengambil peran yang lebih aktif. Keahliannya dalam berbisnis kembali terasah, dan rezeki mulai mengalir.
Namun, perjalanan Hasan belum selesai. Meski bisnis baru ini membantunya mencicil sebagian hutangnya, beban finansial masih belum sepenuhnya hilang. Hasan tetap berpegang pada keyakinan bahwa Allah akan memberikan jalan keluar yang terbaik. Ia terus berusaha dan berdoa, meski sering kali jalan di depan terlihat samar.
Suatu sore, ketika Hasan sedang duduk di masjid setelah shalat Ashar, seorang pria tua yang sering ditemuinya di masjid mendekatinya. Pria itu bernama Pak Ridwan, seorang pengusaha sukses di kota tersebut yang sangat dermawan. Tanpa basa-basi, Pak Ridwan menanyakan kabar Hasan dan mengajaknya berbicara. Percakapan mereka berlangsung hangat, dan Hasan merasa nyaman bercerita tentang kesulitan yang dihadapinya.
Pak Ridwan mendengarkan dengan penuh perhatian, dan di akhir pertemuan itu, ia menawarkan sesuatu yang tak terduga. Ia berkata bahwa ia ingin membantu Hasan melunasi sebagian hutangnya. Pak Ridwan merasa tergerak oleh cerita Hasan, dan ia yakin bahwa ini adalah bentuk amal yang ingin dilakukannya sebelum ia tutup usia.
Hasan terdiam sejenak, hatinya dipenuhi dengan rasa syukur yang mendalam. Tawaran tersebut benar-benar tak disangka-sangka. Hasan merasa bahwa Allah telah mengirimkan Pak Ridwan sebagai perantara untuk menolongnya. Dengan hati yang bergetar, Hasan menerima bantuan tersebut, dan sebagian besar hutangnya pun terlunasi.
Setelah itu, hidup Hasan perlahan kembali stabil. Bisnis distribusi berasnya semakin berkembang, dan ia berhasil melunasi seluruh hutangnya dalam waktu beberapa tahun. Hasan tidak hanya belajar bahwa pertolongan Allah itu nyata, tetapi juga bahwa ujian yang Allah berikan selalu memiliki hikmah yang mendalam. Ia belajar untuk tidak hanya berserah kepada Allah dalam kondisi sulit, tetapi juga terus bersyukur dan berusaha.
Hasan juga tak melupakan orang-orang yang pernah membantunya, terutama Pak Ridwan. Suatu hari, ketika bisnisnya benar-benar telah pulih, Hasan berinisiatif untuk mengembalikan sebagian uang yang diberikan Pak Ridwan, meski Pak Ridwan tak pernah memintanya. Namun, Pak Ridwan menolak dengan senyum hangat, ia mengatakan bahwa itu adalah amal yang memang diniatkannya, dan ia justru bahagia melihat Hasan kembali bangkit.
Seiring berjalannya waktu, Hasan menjadi seorang pengusaha yang lebih bijak dan rendah hati. Pengalaman terjerat hutang telah mengajarkannya bahwa hidup ini penuh dengan ujian, tetapi Allah selalu memberikan jalan keluar bagi hamba-Nya yang berserah dan bertawakal kepada-Nya. Kisah Hasan menjadi inspirasi bagi banyak orang di sekitarnya, bahwa meskipun masalah besar seperti hutang bisa menghancurkan, jika kita tetap berpegang teguh kepada Allah, pertolongan-Nya akan selalu datang, sering kali dari arah yang tak terduga.
Kehidupan Hasan kini tak lagi seperti dulu. Ia memang tak lagi hidup dalam kemewahan yang sama, tapi hatinya jauh lebih tenang dan bahagia. Ia kini menyadari bahwa kekayaan sejati bukanlah pada harta, melainkan pada kedamaian hati dan iman yang kuat. Allah telah menunjukkan jalan keluar yang tak pernah ia bayangkan, dan ia akan terus mengingat bahwa dalam setiap kesulitan, ada kemudahan.